Salman adalah
salah seorang penduduk Persia (dalam bahasa Arab, Faris), karena itulah beliau
disebut denganal-Farisi. Dari sanalah beliau berasal, tepatnya di sebuah desa
bernama Jayy, bagian dari kota Asbahan (kota Isfahan, Iran). Ayah beliau adalah
seorang pembesar di desanya.
Kecintaan yang sangat kepada Salman membuat sang Ayah menahan puteranya di dalam rumah layaknya gadis pingitan. Salman menjalani hari-harinya sebagai penjaga api, sesembahan pemeluk agama. Majusi (pada zaman itu apinya tidak pernah mati selama ribuan tahun, pernah mati ketika kelahiran Nabi Muhammad Saw)
Kecintaan yang sangat kepada Salman membuat sang Ayah menahan puteranya di dalam rumah layaknya gadis pingitan. Salman menjalani hari-harinya sebagai penjaga api, sesembahan pemeluk agama. Majusi (pada zaman itu apinya tidak pernah mati selama ribuan tahun, pernah mati ketika kelahiran Nabi Muhammad Saw)
Ketika itu tidak ada
pekerjaan dari salman kecuali menjaga api dan menjaga kebun, kemudian Ia pergi
kekebun. Di tengah perjalanan, Salman melewati sebuah gereja
Nasrani. Salman skemudian
masuk dan mendapati orang-orang Nasrani yang sedang beribadah. Rasa kagum
meliputi hati Salman.
Dari mereka Salman mengetahui bahwa Agama Nasrani itu berasal dari Syam
(Palestina dan Sekitarnya). Salman mengisahkan peristiwa itu dan
mengungkapkan kekagumannya kepada Ayahnya. Kekhawatiran menghinggapi diri sang
Ayah. Karenanya, ayah Salman kemudian membelenggu (dirantai) kedua
kaki Salman dan menahannya di rumah. Inilah Salman, sesuatu telah
berkecamuk di dalam hatinya. Saatnya mencari kebenaran yang selama ini
terhalang dari dirinya. Meskipun rintangan pertama justru datang dari ayahnya
sendiri. Hari-hari telah berlalu, tersiar kabar kedatangan rombongan pedagang
dari Syam. Kesempatan yang dinanti-nanti. Ketika urusan mereka telah selesai
dan hendak pulang ke Syam, Salman melepaskan belenggu dari kedua kakinya
dan berangkat bersama mereka ke Syam.
Sesampainya di
Syam, Salman segera mencari tahu tentang orang yang paling utama di
antara pengikut agama Nasrani. Bertemulah Salman dengan seorang uskup
yang ada di gereja. Salman tinggal bersama uskup tersebut dan melayaninya di
dalam gereja. Dan ternyata,
uskup itu seorang yang jelek perangainya. Dia memerintahkan orang-orang agar
bersedekah, namun harta sedekah tersebut disimpannya untuk dirinya sendiri. Tak
lama uskup itu pun mati. Salman memberitahukan perbuatan uskup
tersebut kepada orang-orang Nasrani dan menunjukkan kepada mereka simpanannya
berupa tujuh tempayan yang penuh dengan emas dan perak. Mereka pun menyalib
uskup tersebut dan tidak menguburkannya. Kemudian mereka menjadikan orang lain
sebagai pengganti. Dia adalah seorang yang tekun beribadah dan zuhud terhadap
dunia. Salman sangat mencintainya lebih dari siapapun sebelumnya. Salman
tinggal bersamanya hingga tiba saatnya uskup yang baik tersebut didatangi
tanda-tanda kematian.
Inilah Salman, Salman mendatanginya
dan meminta wasiat untuk dirinya, kepada siapa ia harus pergi. Dia pun
berpesan, “Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mendapati seorang pun yang
berada di atas agama yang aku peluk. Orang-orang telah binasa. Mereka telah
mengubah agama Nasrani dan meninggalkan kebanyakan agama mereka, kecuali
seseorang di Maushil (kota Mosul, Irak). Dia adalah Fulan, ia berada di atas
agama yang aku peluk, maka temuilah dia
!. Sepeninggalnya, Salman menemui orang yang
disebutkan. Salman tinggal
bersamanya dan mendapatinya sebagai sebaik-baik orang di atas agama temannya.
Sampai ketika
tanda-tanda kematian mendatanginya, Salman kembali
meminta wasiat untuk dirinya. Senada dengan ucapan temannya yang terdahulu,
lelaki baik ini mewasiatkan kepada Salman untuk menemui seorang
lelaki di Nashibin (kota Nusaybin, Turki). Singkat
cerita, Salman mengalami kisah sebagaimana masa-masa di Maushil.
Sampai dia mendapatkan petunjuk untuk menemui seorang di Ammuriyyah (kota
Amorium, Turki) yang berada di atas agama Nasrani. Salman pun menemui
lelaki tersebut dan tinggal bersamanya. Di sana Salman bekerja sampai
mempunyai banyak sapi dan kambing.
Sebagaimana sebelumnya,
menjelang kematiannya, lelaki itu pun berpesan, “Wahai anakku, aku tidak
mengetahui ada seorang pun yang berada di atas agama kami yang aku
memerintahkanmu untuk mendatanginya. Tetapi telah dekat masa pengutusan seorang
Nabi. Dia diutus dengan agama Nabi Ibrahim yang muncul dari jazirah Arab, kemudian
hijrah ke sebuah negeri di antara dua tanah yang berbatu hitam, diantaranya ada
pohon-pohon kurma (kota Madinah). Lelaki itu lalu melanjutkan, “Pada orang itu
ada tanda-tanda yang tidak tersembunyi,
1.
Dia
memakan hadiah
2.
Tidak
memakan sedekah
3.
Diantara kedua
pundaknya ada tanda kenabian.
Jika engkau mampu untuk
mendatangi Negeri tersebut, maka lakukanlah ! “Tak lama, lelaki itu pun
meninggal.
Ø Masuk Islamnya Salman
Al-Farisi
Suatu hari di
‘Ammuriyyah, lewat sekumpulan pedagang dari suku Kalb. Salman meminta
mereka untuk membawanya ke jazirah Arab dengan membayarkan sapi-sapi dan
kambing-kambing milikya. Mereka pun setuju. Namun sesampainya di Wadil Qura,
mereka justru menjual Salman kepada seorang Yahudi sebagai budak.
Tinggallah Salman bersama Yahudi tersebut. Allah Maha Mengetahui
kesungguhan hati Salman. Suatu ketika, anak paman si Yahudi datang dan
membeli Salman darinya. Kemudian dia membawa Salman ke
Madinah. Salman bisa mengetahuinya dengan ciri-ciri yang disebutkan
sahabatnya. Sejak saat itu, Salman tinggal di Madinah. Sementara itu, tiba
masanya Allah mengutus Rasul-Nya. Salman tak mengetahui hal ini
sampai ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pada suatu
hari, Salman berada di atas pohon kurma, sementara tuannya sedang
duduk. Datanglah anak paman tuannya menceritakan tentang datangnya seorang dari
Mekkah di Quba. Orang-orang mengira bahwa dia seorang Nabi. Mendengar cerita
tersebut Salman gemetar karenanya. Dia berusaha bertanya, namun justru membuat
marah tuannya hingga meninjunya dengan keras.
Tak putus
harapan, Salman berusaha mencari tahu tentang jati diri orang yang
dikira Nabi tersebut. Berbekal cirri-ciri yang dia ketahui dari
sahabatnya, Salman beberapa kali mendatangi Rasulullah SAW. Kali
pertama,Salman mendatangi beliau SAW dengan membawa sesuatu sebagai
sedekah. Ternyata beliau menyuruh para sahabat memakannya, sementara beliau
sendiri menahan diri darinya. Satu bukti bagi Salman. Kedatangan kedua, Salman
kembali membawa sesuatu. Kali ini dia menghadiahkannya kepada Rasulullah SAW.
Beliau SAW lalu memakannya dan memerintahkan para sahabat untuk makan. Inilah
bukti yang kedua bagi Salman. Ketiga kalinya, Salman mendatangi
Rasulullah SAW ketika beliau sedang mengiringi jenazah seorang sahabat di
pekuburan Baqi’. Beliau SAW mengenakan dua pakaian sejenis
jubah. Salman mengucapkan salam, kemudian berkeliling untuk mencari
cap kenabian di bagian punggung Rasul SAW. Beliau SAW menyadari hal ini, lalu
melepaskan selendang dari punggung beliau. Salman pun bisa melihat
tanda kenabian itu. Inilah
Salman,
seketika itu dia tertelungkup di hadapan Rasul SAW, lalu mencium beliau dan
menangis. Salman akhirnya masuk Islam. Kesungguhannya dalam mencari kebenaran,
mengantarkannya kepada hidayah yang selama ini dia cari.
Ø Kehidupan Salman
Al-Farisi dalam Islam
Hari-hari
setelahnya, Salman masih tersibukkan dalam perbudakan, sehingga tidak
mengikuti perang Badar dan Perang Uhud. Dengan bantuan dari Rasulullah
SAW, Salman berhasil membebaskan diri dari perbudakan. Sejak saat
itu, Salman tak pernah terluput dari mengikuti peperangan bersama
Rasul SAW, serta peperangan di masa Khulafa’ Rasyidin. Pada peristiwa perang
Khandaq tahun 5 H, Salman menyumbangkan ide yang cemerlang berupa
pembuatan parit besar sebagai strategi pertahanan kaum Muslimin. Dengan cara
inilah kota Madinah selamat dari upaya penyerangan pasukan gabungan Musyrikin
Quraisy dan Yahudi saat itu. Sautu ketika Rasulullah SAW mempersaudarakan
antara Abu Darda dengan Salman al-Farisi ra. Mereka menjalani kehidupan di
dunia ini dengan kecintaan karena Allah. Hingga mereka berdua terpisahkan
karena menjalani tugas masing-masing. Abu Darda menjadi seorang Qadhi (hakim)
di Damaskus. Adapun Salman, beliau menjadi Gubernur di Madain, Irak . suatu
hari Abu Darda mengirim surat untuk Salman, yang isinya, “Marilah menuju
bumi yang suci (Syam)”. Maka Salman membalas surat tersebut,
“Sesungguhnya bumi itu tidak bisa menyucikan diri seseorang. Hanyalah amalan
yang bisa menyucikan seorang hamba.
Ø Akhir kehidupan Salman
Al-Farisi
Sebagian ulama
menyebutkan adanya ijima (kesepakatan ulama) bahwa umur beliau mencapai 250
tahun, adapun yang menyebutkan lebih dari itu telah terjadi silang pendapat
(lihat Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Al Bidayah Wan Nihayah). Setelah melalui
perjalanan panjangnya, beliau wafat dan dimakamkan di Madain, Irak pada tahun
36 H. beliau telah meninggalkan banyak pelajaran berharga bagi kaum Muslimin.
Semoga Allah meridhainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar